Bahasa dan Faktor Luar Bahasa (4) Kontak Bahasa

Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang datang. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya atau terdapatnya yang disebut bilingualisme dan multilingualisme dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode.

Sebagai contoh, Indonesia adalah negara yang multilingual. Selain bahasa Indonesia yang digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa daerah, besar maupun kecil, yang digunakan oleh para anggota masyarakat bahasa daerah itu untuk keperluan yang bersifat keadaerahan. Dalam masyarakat multilingual yang mobilitas geraknya tinggi, maka anggota-anggota masyarakat akan cenderung untuk menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sepenuhnya maupun sebagian, sesuai dengan kebutuhannya. Namun, disamping itu banyak pula hanya menguasai satu bahasa. Orang yang hanya menguasai satu bahasa disebut monolingual, unilingual, atau monoglot yang menguasai dua bahasa disebut bilingual, sedangkan yang menguasai lebih dari dua bahasa disebut multilingual, plurilingual atau poliglot.

Bilingual mencakup dari penguasaan sepenuhnya atas dua bahasa sampai pengetahuan minimal akan bahasa kedua. Kefasihan seseorang untuk menggunakan dua buah bahasa sangat tergantung pada adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu.

Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya kontak bahasa (dan juga kontak budaya), dapat terjadi peristiwa atau kasus yang disebut interferensi,integrasi, alihkode, dan campurkode. Konsep masalahnya tidak sama. Yang dimaksud dengan interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain dalam bahasa yang digunakannya, sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa yang digunakan itu. Interferensi dapat terjadi pada semua tataran bahasa mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, sampai tataran leksikon.

Interferensi biasanya dibedakan dari integrasi. Dalam integrasi unsur-unsur dari bahasa lain yang terbawa masuk itu, sudah dianggap, diperlakukan, dan dipakai sebagai bagian dari bahasa yang menerima atau yang dimasukinya. Proses integrasi ini tentunya memerlukan waktu yang cukup lama, sebab unsur yang diintegrasikan itu telah disesuaikan , baik lafalnya, ejaannya, maupun bentuknya.
Dalam masyarakat bilingual maupun multilingual seringkali terjadi peristiwa alihkode , yaitu beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa atau ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain).


Alihkode dibedakan dari campur kode. Kalau alih kode terjadi karena bersebab, sedangkan campur kode terjadi tanpa sebab. Dalam campur kode kedua kode atau lebih gunakan bersama tanpa alasan, dan biasanya terjadi dalam situasi santai. Kalau dalam situasi formal terjadi juga campur kode karena ketiadaan ungkapan  yang harus digunakan dalam bahasa yang sedang dipakai.

Chair, Abdul 2012. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta

Bahasa dan Faktor Luar Bahasa (3) Penggunaan Bahasa

Penggunaan Bahasa

Adanya berbagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita harus menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat. Mungkin anda akan menjawab, ikutilah kaidah-kaidah gramatikal, maka pasti bahasa yang anda gunakan sudah benar. Jawaban ini sungguh keliru, sebab dengan hanya mematuhi kaidah gramatikal saja, bahasa yang kita gunakan mungkin tidak bisa berterima di dalam masyarakat. Umpamanya dalam bahasa Indonesia ada disebut bahwa kata ganti orang kedua dalam bahasa Indonesia adalah kamu atau engkau. Kenyataannya, secara sosial kedua kata ganti itu tidak dapat dipakai untuk menyapa orang kedua yang lebih tua atau yang dihormati. Kedua kata ganti itu, kamu dan engkau, hanya dapat digunakan untuk orang kedua yang sebaya, lebih muda, atau kedudukan sosialnya lebih rendah. Akibatnya, kedua kata ganti itu jarang dipakai, meskipun dalam kaidah ada.

Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni
1.      Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan. Umpamanya percakapan yang terjadi di kantin sekolah pada waktu istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung. Tentu berbeda pula dengan percakpan di rumah duka ketika jenazah belum dikebumikan.

2.      Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan. Umpamanya antara Ali murid kelas dua SMA dengan Pak Ahmad gurunya. Percakapan antara Ali dengan Pak Ahmad ini berbeda dengan percakapan Ali dengan Karim, teman sekelasnya.

3.      Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. Misalnya, seorang guru bertujuan menerangkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik tetapi hasil yang didapat adalah sebaliknya, murid-murid bosan karena mereka tidak berminat dengan pelajaran bahasa Indonesia.

4.      Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan .

5.      Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan .

6.      Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan.

7.      Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.

8.      Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.


Kedelapan unsur dari Del Hymes diakronimkan menjadi SPEAKING itu, dalam formulasi lain bisa dikatakan dalam komunikasi lewat bahasa harus diperhatikan faktor-faktor siapa  lawan atau mitra bicara kita, tentang atau topiknya apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa (lisan atau tulisan), dan ragam mana. 

Chair, Abdul 2012. Lingustik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta

Bahasa dan Faktor Luar Bahasa (2) Variasi dan status Sosial Bahasa

Bahasa bervariasi karena anggota masyarakat penutur bahasa itu sangat beragam, dan bahasa itu sendiri digunakan untuk keperluan beragam pula. Berdasarkan penuturnya kita mengenal dialek, baik dialek regional maupun dialek sosial. Lalau berdasarkan penggunaannya kita mengenal adanya ragam-ragam bahasa, sepert ragam jurnalistik, ragam sastra, ragam ilmiah, dan sebagainya.

Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakainnya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi (biasa disingkat variasi bahasa T) dan yang lain variasi bahasa renda (biasa disingkat R). Variasi T digunakan dalam sistuasi-situs resmi, seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan, Khotbah, surat menyurat resmi, dan buku pelajaran . Variasi T ini harus di pelajari melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Sedangkan variasi bahasa R digunakan  dalam situasi  yang tidak formal, seperti di rumah, di warung, di jalan, dalam surat-surat pribadi,  dan catatan untuk diri sendiri. Variasi R dipelajari secara langsung di dalam masyarakat umum, dan tidak pernah dalam pendidikan formal.  Keadaan ini adanya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R di sebut dengan istilah diglosia (Ferguson 1964). Masyarakat yang mengadakan pembedaan ini disebut masyarakat diglosis.

Variasi bahasa T dan R biasanya mempunyai nama yang berlainan. Variasi bahasa Yunani T disebut katherevusa dan variasi bahasa Yunani R disebut dhimotiki. Dalam bahasa Indonesia variasi bahasa T barangkali, sama dengan ragam bahasa Indonesia bakudan variasi bahasa R sama sama dengan ragam bahasa Indonesia yang baru. Variasi bahasa T dan R ini biasanya mempunyai kosakata masing-masing yang berbeda. Sekedar contoh:

Ragam T                    Ragam R
Uang                           Duit
Tidak                           Ngak, kagak

Istri                              Bini


Daftar Pustaka
Chair, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta

Bahasa dan Faktor Luar Bahasa, (1) Masyarakat Bahasa

Bahasa dan Faktor Luar Bahasa
Pada bab sebelumnya, bahwa objek kajian linguistik mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri, sedangkan kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa.

1. Masyarakat Bahasa
Kata masyarakat biasanya diartikan sebagai sekelomppok orang yang merasa sebangsa seketurunan, sewilayah tempat tinggal, atau yang mempunyai kepentingan sosial yang sama. Karena itu, bisa disebut masyarakat Indonesia, masyarakat Betawi, masyarakat Rt 001, atau juga masyarakat  Eropa. Yang dimaksud dengan masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Dengan demikian, kalau ada sekelompok orang yang merasa sama-sama menggunakan bahasa Sunda, maka bisa dikatakan mereka adalah masyarakat bahasa sunda, kalau ada sekelompok orang merasa menggunakan bahasa Mandailing, maka mereka bisa disebut masyarakat bahasa Mandailing, dan kalau ada sekelompok orang merasa menggunakan bahasa Inggris, makan mereka bisa disebut masyrakat bahasa Inggris.

Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “merasa menggunakan bahasa yang sama” maka konsep masyarakat dapat menjadi luas dan dapat menjadi sempit. Masyarakat bahasa bisa melewati batas provinsi batas negara, bahkan juga batas benua. Masyarakat bahasa Baduy dan masyarakat bahasa Osing (di Jawa Timur)tentu saja sangat sedikit atau sempit, masyarakat bahasa jawa dan masyarakat bahasa sunda tentu lebih luas, dan masyarakat bahasa Indonesia tentu lebih luas lagi. Masyrakat  bahasa Prancis dan masyarakat bahasa Inggris, mala bukan hanya melewati batas negara, tetapi juga melewati batas benua.

Akibat lain dari konsep “merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka patokan linguistik umum mengenai bahasa menjadi longgar. Secara linguistik bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah bahasa yang sama, karena kedua bahasa itu banyak sekali persamaannya, sehingga orang malaysia dapat mengerti dengan baik akan bahasa Indonesia, dan sebaliknya orang Indonesia dapat pula mengerti dengan baik bahasa Malaysia. Namun, orang Indonesia tidak merasa berbahasa Malaysia, dan orang Malaysia tidak pula berbahasa Indonesia. Jadi, dalam kasus ini ada dua masyrakat bahasa yaitu, Masyrakat bahasa Indonesia dan masyarakat bahasa Malaysia.


Tentang masyarakat bahasa ini ada masalah, bagaimana dengan masyarakat yang bilingual atau multilingual, seperti keadaan di Indonesia, yang selain ada bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia, ada pula bahasa-bahasa daerah. Orang Indonesia pada umumnya adalah bilingual, yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa daerahnya, dan kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ke dua, tetapi menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pertama. Banyak juga multilingual, karena selain menggunakan bahasa Indonesia, menguasai bahasa daerahnya sendiri, menguasai juga bahasa daerah lain atau bahasa asing. Oleh karena itu banyak orang Indonesia menjadi anggota masyarakat bahasa Indonesia. Jika kesempatan lain, dia menggunakan bahasa daerah sesama orang yang sedaerah maka dia menjadi anggota masyarakat bahasa daerah. Memang ada pembagian fungsi antara bahasa Indonesia dan daerah, bahasa Indonesia digunakan dalam tingkat nasional, sedangkan bahasa daerah digunakan pada tingkat kedaerahan.

2. Variasi dan Status Sosial Bahasa, 
Lihat pada pertemuan selanjutnya

Chair, Abdul.2012. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta

HAKIKAT BAHASA

Bahasa Sebagai Sistem 

Bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu, dan membentuk suatu kesatuan.

Contoh
Kucing itu melompat ke meja (1)
Kucinglah melompat itu meja ke (2)

Pada contoh (1) sebuah kalimat bahasa Indonesia karena tersusun dengan benar menurut pola aturan kaidah bahasa Indonesia. Sebaliknya pada contoh (2) bukan kalimat bahasa Indonesia karena tidak tersusun menurut pola aturan sistem bahasa Indonesia.

Sebagai sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sitematis dan sistematis. Sistemis artinya bahasa itu tersusun menurut pada suatu pola tidak tersusun secara acak, secra sembarangan. Sedangkan, sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal tetapi terdiri juga subsistem atau sistem bawahan. Di sini dapat disebut antara lain subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis dan subsistem semantik.

Bahasa Sebagai Lambang

Berbeda dengan tanda, lambang atau simbol tidak bersifat langsung dan alamiah. Lambang menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secra alamiah atau langsung. Misalnya, kalau di mulut gang atau jalan di Jakarta ada bendera kuning, maka kita akan tahu di daerah itu atau di jalan itu ada orang yang meninggal. Sistem bahasa berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi, artinya lambang-lambang itu berbentuk bunyi, yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa. Setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Umpanya lambang bahasa yang berbunyi [kuda] melambangkan konsep atau makna ‘sejenis bintang berkaki empat yang biasa dikendarai’.

Bahasa adalah Bunyi
Lambang bunyi bahasa itu bersifat arbitrer, artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengosepi makna tersebut. Secara konkret mengapa lambang bunyi [kuda] digunakan untuk menyatakan ‘sejenis bintang berkaki empat yang biasa dikendarai’adalah tidak dapat dijelaskan. Andaikata hubungan itu bersifat wajib, tentu untuk menyatakan binatang yang dalam bahasa Indonesia itu disebut [kuda] tidak ada yang menyebutnya <jaran> , <horse> atau <paard> . bukti kearbitreran ini dapat juga dilihat dari banyaknya sebuah konsep yang dilambangkan dengan beberapa lambang bunyi berbeda.

Bahasa bersifat konvensional
Bahasa bersifat konvensional artinya, setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi bungan antara lambang dengan yang dilambangkan. Dia akan mematuhi misalnya, lambang [kuda] yang digunakan untuk menyatakan ‘sejenis bintang berkaki empat yang biasa dikendarai’ dan tidak untuk melambangkan konsep lain.

Bahasa bersifat produktif
Bahasa itu bersifat produktif artinya dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Umpamanya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Purwadarminto bahasa Indonesia hanya mempunyai lebih kurang 23.000 buah kata, tetapi dengan 23.000 buah kata itu dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.

Bahasa itu bersifat dinamis
Bahasa itu bersifat dinamis Maksudnya, bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja : fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan leksikon.

Bahasa itu beragam artinya meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon.


Bahasa itu bersifat manusiawi artinya bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi yang berupa bunyi atau gerak isyarattidak bersifat produktif dan tidak dinamis.

OBJEK LINGUISTIK BAHASA

OBJEK LINGUISTIK BAHASA
Pengertian Bahasa
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga seringkali membingungkan. Untuk jelasnya coba perhatikan pemakain bahasa dalam kalimat-kalimat berikut.
1.      Dika belajar bahasa Inggris, Nita belajar bahasa Jepang.
2.      Manusia mempunyai Bahasa, sedangkan binatang tidak.
3.      Hati-hati bergaul dengan anak yang tidak tahu bahasa itu.
4.      Dalam kasus itu ternyata lurah dan camat tidak mempunyai bahasa yang sama.
5.      Katakanlah dengan bahasa bunga!
6.      Pertikaian tidak bisa diselesaikan dengan bahasa  militer.
7.      Kalau dia memberi kuliah bahasanya  penuh dengan kata daripada dan akhiran ken.
8.      Kabarnya, Nabi Sulaiman mengerti bahasa semut.
Kata bahasa pada kalimat :
1.      Jelas menunjuk pada bahasa tertentu. Jadi, menurut peritilahan de Saussure seperti yang sudah dibicarakan pada bab sebelumnya adalah langue.
2.      Kata bahasa menunjuk bahasa pada umumnya. Jadi, suatu langage.
3.      Kata bahasa berarti “sopan santun”.
4.      Kata bahasa berarti “kebijakan dalam bertindak.
5.      Kata bahasa berarti “maksud-maksud dengan bunga sebagi lambang”.
6.      Kata bahasa berarti “dengan cara”
7.      Kata bahasa berarti ujaran yang sama dengan parole menurut peristilahan de Saussure
8.      Kata bahasa bersifat hipotesis.
Dari keterangan tersebut bisa disimpulkan bahwa pada kalimat 1, 2 dan 7 saja kata bahasa itu digunakan secara harfiah, sedangkan pada kalimat lain digunakan secara kias. Bahasa sebagai objek linguistik adalah seperti yang digunakan pada kalimat 1, 2 dan 7. Pada kalimat 1 bahasa sebagai langue, pada kalimat 2 bahasa sebagai langage dan pada kalimat 7 bahasa sebagai parole.

Sebagai objek kajian linguistik parole adalah objek konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh para bahasawan dari suatu masyarakat bahasa. Langue merupakan objek yang abstrak karena itu berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara keseluruhan. Sedangaka, language merupakan objek yang paling abstrak karena ia berwujud sistem bahasa secara universal. Yang dikaji linguistik secara langsung adalah parole itu, karena berwujud konkret, yang nyata yang dapat diamati, atau diobservasi. Kajian terhadap parole dilakukan untuk mendapatkan kaidah-kaidah suatu langue, dan dari kajian terhadap langue ini akan diperoleh kaidah-kaidah langage, kaidah bahasa secara universal.

LINGUISTIK SEBAGAI ILMU

LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
1.      KEILMIAHAN LINGUISTIK
Pada dasarnya setiap ilmu termasuk juga ilmu linguistik, telah mengalami tiga tahap perkembangan sebagai berikut :
Tahap pertama, yakni tahap spekulasi. Tahap ini mengenai sesuatu dan cara mengambil kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif. Artinya, kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilakukan tampa menggunakan prosedur-prosedur tertentu. Tindakan spekulasi ini dapat dilihat, misalnya dalam bidang geografi, dulu orang berpendapat bahwa bumi ini berbentuk datar seperti meja. Kalau ditanya apa buktinya, atau bagaimana cara membuktikannya, tentu tidak dapar dijawab, atau kalaupun dijawab akan secara spekulatif pula.
Dalam studi bahasa dulu orang mengira bahwa semua bahasa di dunia ini diturunkan dari bahasa Ibrani, maka orang juga mengira Adam dan Hawa memakai bahasa Ibrani di taman firdaus. Suku Dayak Iban di Kalimantan mempunyai legenda yang menyatakan bahwa pada zaman dahulu manusia hanya punya satu bahasa, tetapi karena mereka keracunan cendawan mereka menjadi berbicara dalam berbagai bahasa, sehingga timbul kekacauan dan manusia berpencar kesegala penjuru arah ke mana-mana. Bahkan sampai akhir abad ke-17, seorang filosofi Swedia mengungkapkan, Adam berbicara dalam dalam bahasa Denmark, dan ular berbicara dalam bahasa Prancis. Semuanya itu hanyalah spekulasi yang pada zaman sekarang sukar diterima.
Tahap ke dua, adalah tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolongkan segala fakta bahasa dan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apapun. Kebanyakan ahli sebelum perang kemerdekaan baru bekerja sampai tahap ini. Bahasa-bahasa di Nusantara didaftarkan, ditelaah ciri-cirinya, lalu dikelompok-kelompokkan berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri yang dimiliki bahasa-bahasa tersebut. Cara seperti ini belum dapat dikatakan “ilmiah” sebab belum sampai pada penarikan suatu teori. Pada saat ini cara kerja tahap kedua ini tampaknya masih diperlukan bagi kepentingan dokumentasi kebahasaan di negeri kita, sebab masih banyak sekali bahasa di nusantara ini yang belum terdokumentasi.
Tahap ketiga, adalah tahap adanya perumusan teori. Pada tahap ini setiap disiplin imu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan. Kemudian dalam disiplin itu dirumuskan hipotesis atau hipotesis-hipotesis yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, dan menyusun tes untuk menguji hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta yang ada.
Disiplin lingustik dewasa ini sudah mengalami ketiga tahap di atas. Artinya disiplin linguistik sekarang ini sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah. Selain itu, bisa dikatakan ketidakspekulastifan dalam penarikan kesimpulan merupakan salah satu ciri keilmiahan.
Linguistik mendekati bahasa yang menjadi objek kajiannya adalah bahasa. Pendekatan bahasa sebagai bahasa, sejalan dengan ciri-ciri hakiki bahasa, dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep sebagai berikut :
a.       Bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi. Artinya, bagi linguistik bahasa lisan adalah primer, sedangkan bahasa tulis hanya sekunder.
b.      Bahasa itu bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain. Misalnya dulu banyak ahli bahasa yang meneliti bahasa-bahasa di Indonesia dengan menggunakan kerangka atau konsep yang berlaku dalam bahasa Latin, Yunani atau arab, sehingga kita sekarang mewarisi konsep-konsep yang tidak cocok untuk bahasa-bahasa di Indonesia, seperti konsep kata majemuk, konsep tekanan kata dan konsep artikulus.
c.       Bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan sebagai kumpulan unsur yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan lainnya mempunyai jaringan hubungan. Pendekatan yang melihat bahasa sebagai kumpulan unsur yang saling berhubungan atau sebagai sistem itu, disebut pendekatan struktural. Lawannya disebut pendekatan atomistis, yaitu yang melihat bahasa sebagai kumpulan unsur-unsur yang terlepas, yang berdiri sendiri-sendiri.
d.      Bahasa itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai suatu yang dinamis. Lalu, karena itu pula linguistik dapat mempelajari bahasa sebagai sinkronik dan diakronik. Secara sinkronik artinya, mempelajari bahasa dengan berbagai aspeknya pada masa waktu atau kurun waktu tertentu atau terbatas. Secara diakronik artinya, mempelajari bahasa dengan pelbagai aspek dan perkembangannya dari waktu ke waktu sepanjang kehidupan bahasa itu.
e.       Bahasa bersifat empiris, maka linguistik mendekati bahasa secara deskriptif dan tidak secara perskriptif. Artinya, yang penting dalam lingustik adalah apa yang sebenarnya diungkapkan oleh seseorang (sebagai data empiris) dan bukan apa yang menurut si peneliti seharusnya diungkapkan.

2.      SUBDISIPLIN LINGUSTIK
Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Nama-nama subdisiplin ilmu lingustik adalah sebagai berikut :
*      Berdasarkan objek kajiannya, adalah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus. Linguistik umum adalah linguistik yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara umum. Pernyataan-pertanyaan teoritis yang dihasilkan akan menyangkut bahasa pada umumnya, bukan bahasa tertentu. Sedangkan linguistik khusus berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu seperti bahasa Indonesia.
*      Berdasarkan objek kajiannya, adalah bahasa pada masa tertentu atau bahasa pada masa panjang, dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan linguistik diakronik.  Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia pada tahun dua puluhan. Studi lingustik sinkronik ini biasa disebut juga linguistik deskriptif karena berupaya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya pada suatu masa tertentu. Linguistik diakronik berupaya mengkaji bahasa pada masa uyang tidak terbatas, bisa sejak awal kelahiran bahasa itu sampai zaman punahnya bahasa tersebut atau sampai zaman sekarang.
*      Berdasarkan objek kajiannya adalah struktur internal bahasa itu atau bahasa itu dalam kaitannya dengan berbagai faktor di luar bahasa, dibedakan  adanya linguistik mikro dan linguistik makro (makrolinguistik dan mikrolinguistik). Lingustik mikro mengarakan kajiannya pada struktur internal suatu bahasa tertentu atau struktur internal bahasa pada umumnya. Sejalan dengan adanya subsistem bahasa , maka linguistik mikro ada subdisiplin linguistik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi. Fonologi menyelidiki ciri-ciri bunyi bahasa. Morfologi menyelidiki struktur kata, bagian-bagian pembentukan kata. Sintaksis menyelidiki satuan-satuan di atas kata dan hubungan satu dengan yang lainnya. Semantik menyelidiki makna bahasa. Sedangkan leksikologi menyelidiki leksikon atau kosa kata suatu bahasa dari berbagai aspeknya. Linguistik makro yang mengkaji bahasa  dalam kaitannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, maka subdisiplin linguistik makro itupun menjadi sangat banyak seperti sosiolinguistik (bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat), psikolinguistik (hubungan bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia), antropolinguistik (hubungan bahasa dengan budaya manusia), etnolinguistik , stilistika (penggunakan bahasa dalam karya sastra), filolofi (linguistik antara sejarah dan kebudayaan) , dialektologi (dialek bahasa di wilayah tertentu), filsafat bahasa  dan neorolinguistik.
*      Berdasarkan tujuan pengkajiannya apakah untuk keperluan teori belaka atau untuk tujuan terapan, dibedakan adanya linguistik teoritis dan linguistik terapan. Linguistik teoritis berusaha mengadakan penyelidikan terhadap bahasa atau bahasa-bahasa atau juga terhadap hubungan bahasa dengan faktor-faktor yang berada di luar bahasa hanya untuk menemukan kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya itu. Sedangakan linguistik terapan berusaha  mengadakan penyelidikan terhadap bahasa-bahasa atau hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa untuk kepentingan memecahkan masalah-masalah praktis yang terdapat di dalam masyarakat
*      Berdasarkan teori atau aliran yang digunakan untuk menganalisis objek. Dalam penyelidikan bahasa dikenal istilah lingustik tradisional, linguistik struktural, linguistik tranformasional, linguistik generatif semantik, linguistik relasional dan lingustik sistemik.

3.      ANALISIS LINGUISTIK
Analisis Linguistik dilakukan bahasa, atau lebih tepat terhadab semua tataran tingkat bahasa, yaitu fonetik, morfologi, sintaksis, dan semantik.
a.       Struktur, Sistem dan Distribusi
Bapak linguistik modern, Ferdinand De Saussure membedakan adanya dua jenis hubungan atau relasi yang terdapat antara satuan-satuan bahasa yaitu relasi sintagmatik dan relasi asosiatif. Relasi sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret tertentu. Sedangkan relasi asosiatif adalah hubungan yang terdapat dalam bahasa, namun tidak tampak dalam susunan satuan kalimat. Bisa dikatakan bahwa struktur adalah susunan bagian-bagian kalimat atau kontituen kalimat secara linear. Sistem pada dasarnya menyangkut masalah distribusi. Barang kali perlu dijelaskan dulu apa yang dimaksud dengan distribusi ini. Distribusi yang merupakan iatilah utama dalam analisis bahasa menurut model strukturalis Leonard Bloomfield adalah menyangkut masalah dapat tidaknya penggantian suatu kontituen tertentu dalam kalimat tertentu dalam kontituen lain.
b.      Analisis Bawahan Langsung
Analisis bawahan langsung, sering disebut juga analisis unsur langsung atau analisis bawahan terdekat adalah suatu teknik dalam menganalisis unsur-unsur atau konstituen-konstituen yang membangun satu satuan bahasa, satuan frasa, satuan klausa, maupun satuan kalimat. Meskipun teknik bawahan langsung ini banyak kelemahan, tetapi analisis ini cukup memberi manfaat dalam memahami satuan-satuan bahasa, bermanfaat dalam menghindari keambiguan karena satuan-satuan bahasa, bermanfaat dalam menghindari keambiguan karena satuan-satuan bahasa yang terikat pada kontek wacananya dapat dipahami dengan analisis tersebut.
c.       Analisis Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur
Analisis rangkaian unsur mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau ditata dari unsur –unsur lain. Contoh satuan tertimbun terdiri dari ter + timbun dan satuan kedinginan terdiri dari dingin + ke-i-an. Sedangan analisis proses unsur menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses pembentukan. Jadi, bentuk tertimbun adalah hasil dari prefiksasi ter- dengan dasar timbun, bentuk kedinginan adalah hasil dari proses konfiksasi ke-i-an dengan kata dasar dingin.
4.      MANFAAT LINGUISTIK
*   Bagi linguis sendiri sebagai pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya.
*   Bagi guru, terutama guru bahasa pengetahuan linguistik sangat penting, mulai dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaan.
*   Bagi penerjemah, seorang penerjemah harus bisa memilih terjemahan yang tetap dalam menerjemakan, semua itu memerlukan subdisiplin linguistik.
*   Bagi penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik, untuk bisa menyusun kamus dia harus mulai dengan menentukan fonem-fonem bahasa yang akan dikamuskan menentukan ejaan, memahami seluk beluk bentuk dan pembentukan kata, struktur fase, struktur kalimat, frase, idiomatikal dan lain-lain.
*   Bagi penyusun buku, untuk menyusun kalimat yang tepat, memilih kosakata yang sesuai dengan  jenjang usia pembaca buku tersebut.
*   Bagi negarawan atau politisi, hasur memperjuangkan ideologi dan konsep-konsep kenegaraan atau pemerintahan, secara lisan dia harus menguasai bahasa dengan baik.kalau politisi atau negarawan itu menguasai linguistik dan sosiolinguistik, khususnya dalam kaitannya dengan kemasyarakatan, maka tentu dia akan dapat meredam dan menyelesaikan gejolak sosial yang terjadi dalam masyarakat akibat dari perbedaan dan pertentangan bahasa.





Chair, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta. PT Rineka Cipta